Kegiatan berproduksi merupakan
kegiatan dengan lingkup yang agak sempit sehingga banyak membahas aspek mikro.
Dalam mempelajari aspek ini, peranan hubungan input dan output mendapat
perhatian utama. Peranan input bukan saja dapat dilihat dari segi macam atau
ketersediaannya dalam waktu yang tepat, tetapi juga dapat ditinjau dari segi
efisiensi penggunaannya. Karena hal-hal inilah (macam, ketersediaan, dan
efisiensi) maka terjadi kesenjangan produktivitas (yield gap) antara
produktivitas yang seharusnya dengan produktivitas yang dihasilkan oleh petani.
Pada kenyataannya, senjang produktivitas ini terjadi
karena adanya faktor yang sulit diatasi oleh petani, seperti teknologi yang
tidak dapat dipindahkan dan perbedaan lingkungan (misalnya, iklim). Karena dua
faktor tersebut amat sulit diatasi petani maka perbedaan hasil yang disebabkan
kedua faktor itu menyebabkan senjang produktivitas dari hasil-hasil eksperimen
dan dari potensial suatu usaha tani. Hal tersebut sering pula disebut dengan
istilah “senjang produktivitas pertama”. Selanjutnya, dikenal pula “senjang
produktivitas kedua” (yield gap II), yaitu perbedaan produktivitas dari suatu
potensial usaha tani dan dari apa yang dihasilkan oleh petani.
Ada 2 faktor utama yang menyebabkan terjadinya yield
gap II, antara lain:
1. Kendala biologi, misalnya karena perbedaan varietas, adanya tanaman pengganggu, serangan hama penyakit, masalah tanah dan kesuburannya, dan lain-lain.
2. Kendala sosial-ekonomi, misalnya perbedaan besarnya biaya dan penerimaan usaha tani, kurangnya biaya usaha tani yang didapatkan dari kredit, harga produksi, kebiasaan dan
sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, adanya faktor ketidakpastian. risiko usaha tani, dan sebagainya.
1. Kendala biologi, misalnya karena perbedaan varietas, adanya tanaman pengganggu, serangan hama penyakit, masalah tanah dan kesuburannya, dan lain-lain.
2. Kendala sosial-ekonomi, misalnya perbedaan besarnya biaya dan penerimaan usaha tani, kurangnya biaya usaha tani yang didapatkan dari kredit, harga produksi, kebiasaan dan
sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, adanya faktor ketidakpastian. risiko usaha tani, dan sebagainya.
Kedua kendala tersebut —kendala biologi dan kendala
sosial-ekonomi— seringkali berbeda untuk daerah yang satu dengan daerah
lainnya. Sifatnya sangat lokal dan spesifik atau sangat kondisional sekali.
Situasi pertanian di dataran tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian di
dataran rendah, demikian pula halnya pertanian di daerah pasang-surut akan
sangat berbeda dengan pertanian di daerah persawahan, dan sebagainya.
Perbedaan hasil I: disebabkan karena teknologi yang
tidak dapat dipindahkan dan perbedaan lingkungan.
Perbedaan hasil II: disebabkan karena kendala biologi (varietas, tanaman pengganggu, hama penyakit, masalah tanah dan kesuburannya) dan kendala sosial ekonomi (biaya dan pemerintah, kredit, kebiasaan dan sikap, pengetahuan, kelembagaan, ketidakpastian, risiko).
Perbedaan hasil II: disebabkan karena kendala biologi (varietas, tanaman pengganggu, hama penyakit, masalah tanah dan kesuburannya) dan kendala sosial ekonomi (biaya dan pemerintah, kredit, kebiasaan dan sikap, pengetahuan, kelembagaan, ketidakpastian, risiko).
Untuk meningkatkan produktivitas, pemerintah membuat
kebijaksanaan perangsang berproduksi. Kebijaksanaan tersebut dikategorikan
dalam 2 macam, yaitu kebijakan harga dan kebijakan nonharga. Kebijakan harga,
misalnya adanya penetapan harga dasar yang dimaksudkan untuk merangsang petani
melakukan usaha taninya dengan baik. Kebijakan nonharga, misalnya mendekatkan
lokasi Koperasi Unit Desa (KUD) ke lokasi sentra produksi atau lokasi tempat
tinggal petani agar petani mudah mendapatkan sarana produksi dan mudah pula
memasarkan produksinya.
Tersedianya sarana produksi atau input belum berarti
produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Upaya petani dalam menjalankan
usaha taninya secara efisien merupakan hal yang sangat penting. Sehubungan
dengan itu, ada beberapa konsep efisiensi:
1. Efisiensi teknis (technical efficiency)
1. Efisiensi teknis (technical efficiency)
Tercapai manakala petani mampu
mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi
dapat dicapai.
2. Efisiensi harga (price efficiency)
Bila petani mendapatkan keuntungan
yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga maka petani
tersebut dikatakan dapat mengalokasikan faktor produksinya secara efisien. Ini
dapat dilakukan dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah dan
menjual hasil pada saat harga relatif tinggi.
3. Efisiensi ekonomi (economic efficiency)
Manakala petani mampu meningkatkan
produksinya dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan, tetapi dapat
menjual produksinya dengan harga yang tinggi. Dengan demikian, petani telah
melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan. Inilah yang
disebut “efisiensi ekonomi”.
Senjang produktivitas akan semakin lebar manakala
terjadi in-efisiensi teknis dan in-efisiensi harga Senjang produktivitas dapat
pula terjadi manakala petani tidak berupaya mengejar keuntungan yang tinggi.
Kalau prinsip-prinsip efisiensi usaha tani benar-benar diperhatikan oleh
petani, ditambah dengan upaya memanfaatkan kesempatan ekonomi maka persoalan
meningkatkan produksi bukan lagi merupakan masalah pokok dalam usaha pertanian.
Masalah lainnya tergantung pada keberhasilan petani atau produsen untuk
memasarkan produknya.
Aspek pemasaran banyak ditentukan oleh faktor
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Berubahnya permintaan biasanya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain besarnya tingkat pendapatan
konsumen, harga, dan selera. Sementara itu, berubahnya penawaran banyak
dipengaruhi oleh karakteristik faktor produksi dan manajemen. Keseimbangan
penawaran dan permintaan ini dipengaruhi juga oleh bentuk pasar dan faktor
eksternalitas, misalnya pemberlakuan peraturan pemerintah dalam waktu yang sangat
singkat, bencana alam, perubahan iklim, dan lain-lain.
Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran
akan menentukan perubahan harga. Dengan adanya perubahan harga, dapat
disimpulkan bahwa pengaruh harga komoditi substitusi atau komoditi komplemennya
penting sekali.
Besar-kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya
permintaan atau penawaran juga akan dipengaruhi oleh adanya perubahan harga
komoditi substitusi atau komplemennya. Harga beberapa komoditi pertanian sering
naik-turun secara tidak beraturan: naik pada saat paceklik dan turun pada saat
panen besar. Fluktuasi ini akan semakin tajam manakala situasi ekonomi dalam
keadaan inflasi, yaitu saat harga terus naik pada kurun waktu tertentu.
Faktor-faktor yang mendorong kenaikan harga dan menimbulkan
terjadinya inflasi, antara lain:
1. Terlalu berambisinya pemerintah untuk menyerap sumber-sumber ekonomi dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kesempatan yang diberikan kepada pihak swasta pada tingkat harga yang berlaku.
2. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha
mendapatkan tambahan pendapatan relatif yang lebih besar daripada kenaikan
produktivitasnya.
3. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat
sehingga permintaan barang dan/atau jasa naik lebih cepat daripada tambahan
output yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan.
4. Adanya kebijakan pemerintah yang mendorong naiknya
harga-harga secara umum.
5. Pengaruh alam di luar kekuasaan manusia. misalnya musim kemarau yang panjang, banjir, dan serangan hama penyakit pada tanaman. yang pada gilirannya dapat mengakibatkan naiknya harga-harga di pasar.
5. Pengaruh alam di luar kekuasaan manusia. misalnya musim kemarau yang panjang, banjir, dan serangan hama penyakit pada tanaman. yang pada gilirannya dapat mengakibatkan naiknya harga-harga di pasar.
6. Adanya resesi ekonomi dunia, khususnya bila ada
pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bila pihak luar negeri tersebut
menganut sistem perekonomian terbuka.
Analisis:
Sektor
pertanian di negara Indonesia menurut saya masalah yang sangat penting, karena
pengaruh nya berdampak sangat signifikan. Apalagi negara kita negara agraris
yang banyak lahan untuk cocok tanam. Jadi pemerintah harusnya memberi peran
akti kepada yang berperan di dalamnya bidang tersebut.
Sumber:
www.artikelekonomi.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar