Kehadiran Koperasi Perikanan di Indonesia sebenarnya sudah lama. Jauh sebelum kemerdekaan RI. Perkumpulan nelayan yang bekerja dalam bentuk Koperasi diawali pada tahun 1912 di Tegal, kemudian berkembang di kresidenan Pekalonhan, Cirebon dan Semarang yang secara berurutan sebagai berikut:
1. Misoyo Mino di Tegal tahun 1912
2. Saya Sari di Sawo Jajar , Brebes tahun 1916
3. Ngupoyo Mino di Batang tahun 1916
4. Misoyo Sari di Tanjung Sari, Pemalang tahu 1919
5. Mino Soyo di Wonokerto, Pekalongan tahun 1919
6. Saya Sumitra di Indramayu tahun 1919
7. Misaya Mina di Eretan, Indramayu tahun 1927
8. Ngupaya Mina di Dadap, Indramayu tahun 1930
9. Ngupaya Sroyo di Bandengan, kendal tahun 1932
10. Misoyo Ulam di Semarang tahun 1933 dan
11. Pabelah Bumi Putera di Gebang Ilir, Cirebon tahin 1933 (Soewito.et,al.,2000)
Berbagai Koperasi perikanan (nelayan) tersebut pada awalnya hanya menyelenggarakan jual beli ikan hasil tangkapan melalui pelelangan, kemudian berkembang dengan mengadakan usaha perkreditan untuk biaya penangkapan. Pungutan yanh diperoleh dari hasil lelang dipergunakan untuk ongkos administrasi, dana asuransi kecelakaan di laut, pembelian bahan perikanan, pembuatan perahu dan penolahan ikan secara tradisional (seperti pengasinan, pengeringan dan pemindangan). Dalam masa penduduk Jepang (1942-1945), semua organisasi nelayan itu dijadikan Kopersai Kumiai perikanan. Tugas utamanya adlah mengunpulkan dan menawetkan ikan tuntuk keperluan bala tentara jepang.
Setekah kemerdekaan RI, mulailah diadakan pembenahan organisasi Kopersai perikanan. Pada Kongres Koperasi perikanan Laut ke-1 tanggal 11 April 1947 di Magelang dibentukalah Gabungan Pusat Koperasi Perikanan Indonesaia (GPKPI) dengan tujuan:
1. Meningkatkan taraf hidup nekayan yang layak sebagai wargan negara yan merdeka,
2. Meningkatkan produksi peikanan laut untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Oleh karena GPKPI direstui oleh Departemen Perekonomian maka GPKPI merupakan organisai persatuan Koperasi yang pertam dan tertua di tanah air, yang meliputi seluruh wilayah RI. Selanjutnya, GPKPI oleh Departemen Pertanian ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili masyarakat nelayan seluruh Indonesia.
Keanggotaan GPKPI terdiri dari seluruh Pusat Koperasi Perikanan Laut yang wilayah kerjanya masing-masing mencakup satu Karesidenan. Pada masa ini hirarki organisasi GPKPI terdiri dari tiga tingkat :
1. Koperasi Peikanan Laut (KPL) primer tinglat Kabupaten
2. Pusat Koperasi Perikanan Alut (PKPL) tingkat Kresidenan dan
3. GPKPI tingkat nasional. Sehubungan dengan upaya Blenada untuk menjajah kembali Indonesia melalui Agresi I dan II (1946-1948), maka kinerja GPKPI yang sebelumnya baik menjadi menurun drastis.
Pada tahun 1059 setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, GPKPI mengadakan konsolidasi organisai. Kemudian, dalam rapat tahunan GPKPI yang juga dihadiri dan mendapat pengarahan Dari Bung hatta (sebagai Bapak Koperaasi Indonoesia) pada tahun 1951 di Semarang, organisasi disederhanakan menjadi dua tingkat saja :
1. Koperasi Peikanan Laut (KPL) Primer
2. Gabungan Koperasi Perikanan Indonesia(GPKI)
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah NO.60/1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, organisasi berubah menjadi tiga tingkat lagi. Kemudian dalm Musyawarah Koperasi Perikanan Laut tahun 1962 di Cipanas, berubah menjadi empat tingkat yaitu :
1. Koperasi Perikanan Laut(KPL) tingkat primer
2. Pusat Koperasi Perikanan Laut (PKPL) tingkat Kabupaten
3. Gabungan Koperasi Perikan Laut (GPKL) tingkat Provinsi dan
4. Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) tinglat Nasional
Untuk membina Koperasi perikanan pada tahun 1969 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Direktorat Jendral Koperasi dan Direktorat Jenderal perikann yang mengatur bahwa pembinaan manajemen dan organisasi Koperasi dilakukan oleh Jenderal Koperasi, sementara pembinaan teknis perikanan menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perikanan. Kemudian, dengan dikeluarkannya Undang-undang No.12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian dan kemudian instruksi Presiden NO.2/1997 tentang Pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD), susunan organisai akhirnya berubah menjadi :
1. KUD Mina (tingkat Kecamatan/Kabupaten/Kota)
2. PUSKUD Mina(tingkat Provinsi) dan
3. IKPI (tingkat Nasional)
Dalam Perkembangan selanjutnya , usaha budidaya ikan, penagkapan ikan di perairan umum, bersama usaha penangkapan di laut, dimaksudkan ke dalam KUD Mina. Ahli ini terlihat dari fungsi KUD Mina yang meliputi : bimbingan dan penyuluhan, peningkatan jumlah anggota pemupukan swadaya anggota nelayan dan petani ikan, dan penyiapan tenaga pendidikan dan latihan bagi nelayan dan petani ikan. Semuanya dalam kesatuan organisai Koperasi nelayan/petani ikan. Namun sayang, pelaksanaannya di lapangan kurang konsisten. Meskipun kinerja sudah bekerja secara optimal seperti yang diharapakan . Kebanyakan koperasi perikanan belum mampu memberi manfaat ekonomi atau kesejahteraan bagi para anggotanya.
Tanggapan saya sendiri : ada beberapa kendala yang menyebabkan kejadian seperti yang telah di uraikan di atas yaitu Karena Kualitas Sumber Daya Amnusia (SDM) yang masih kurang wawasan dan pengetahuan, permodalan yang kurang memadai, kurang nya dukungan dari pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar